Selasa, 26 Juni 2018

Inspirasi dari Cerita “Kungfu Panda 3”


Dalam film Kungfu Panda 3, si tokoh utama yaitu Po dan kawan-kawannya harus menghadapi seorang penjahat maniak ‘Chi’ yang bernama Kai. Untuk bisa mengalahkan Kai, Po harus bisa menguasai teknik penggunaan Chi di mana dia harus mempelajarinya di kampung panda tempat kelahirannya. Ketika Kai telah mengalahkan semua pendekar Istana Jade termasuk Shifu dan hanya menyisakan Tigres, harapan untuk mengalahkan Kai tertumpu pada Poo seorang. Celakanya dia belum menguasai Chi ketika Tigres datang memberitahukan kekalahan para Pendekar Istana Jade.
Pada saat itu dia kecewa dengan ayahnya yang ternyata tidak bisa mengajarinya membangkitkan Chi dan bahwa yang dia lakukan selama ini hanyalah mempelajari kehidupan masyarakat kampung Panda, sementara Kai semakin merajalela, akhirnya dia menemukan sebuah titik balik setelah mendengar perkataan ayahnya. Saya kutipkan dialog penting yang paling saya ingat dalam film itu.
“ Kau tak akan bisa mengalahkan Kai dan pasukan Zombienya Kecuali kau punya pasukan sendiri yaitu kami dan kita semua”, begitu kata ayahnya.
“ Tapi kalian tidak bisa kungfu ?”, sergah Po.
“ Kau akan mengajari kami. Kami bisa belajar kung fu. Kami bisa jadi sepertimu”, kata ayahnya lagi.
Tiba-tiba Po teringat kata Master Shifu beberapa waktu sebelumnya, bahwa Shifu mengajarinya kungfu bukan agar bisa menjadi seperti dirinya, tetapi agar Po bisa menjadi dirinya sendiri yang lebih hebat dari Master Shifu sebagaimana harapan Master Oogway.
Dengan tersenyum Po kemudian berkata : “Kalianmemang tidak bisa kungfu.Dan kalian tak perlu jadi diriku.Aku tak perlu merubah kalian sepertiku.Aku akan merubah kalian jadi kalian”.
Semua yang mendengarnya kebingungan, hanya Po seorang yang tersenyum senang.
Keesokan harinya Po mulai belajar menjadi seorang Guru yang mengajarkan ‘kungfu’ kepada semua panda yang ada di kampung panda.
“ Kekuatan kalian datang dari keahlian utama kalian.Siapa kalian? Apa yang kalian kuasai? Apa yang kalian sukai? Apa yang membuat kalian jadi kalian?”, itulah perkataan Po kepada para Panda sebelum ia mulai mengajarkan ‘kungfu’.
Yang ia ajarkan kemudian hanyalah mengasah dan meningkatkan kemampuan yang sudah dimiliki oleh para panda itu sebelumnya seperti : anak-anak penendang pangsit, gadis pemain tongkat dan pita, yang suka berguling-guling dari atas bukit, yang suka melemparkan diri dengan ketapel pohon bambu, sampai yang hanya suka memeluk orang. Semuanya diasah dan ditingkatkan lagi sampai cukup untuk bisa digunakan dalam menghentikan serangan lawan. Jadi yang Po lakukan hanyalah berkata “ Bagus, Tingkatkan lagi”, tanpa mengajarkan gerakan-gerakan kungfu yang ia kuasai.
Sampai akhirnya ketika semua telah dirasa cukup, barulah Po memaparkan strateginya. Yang intinya adalah semua harus disiplin menempati posnya masing-masing, semua harus bergerak sesuai komando darinya, dan semua harus fokus pada yang dihadapinya masing-masing. Po sendiri bertindak sebagai umpan yang memicu semua rangkaian strategi itu dan yang akan mengakhirinya.
Sebuah potret kerjasama dan kekeluargaan yang indah, yang menghasilkan sebuah kekuatan besar tanpa merubah apapun yang ada pada masing-masing panda di kampung panda tersebut. Semua panda bekerja dengan keahliannya masing-masing, tetapi mengikuti arahan dan komando dari Po. Karena Po menyadari bahwa kekuatan terbesar adalah pada hal yang paling dikuasai dan paling disukai. Tidak ada yang perlu diubah, hanya perlu ditingkatkan dan diarahkan.
 Itulah yang seharusnya kita lakukan pada segenap komponen umat Islam. Kita tidak perlu mengubah mereka menjadi jihadis semua atau menjadi da’i semua atau menjadi ilmuwan semua. Karena pada dasarnya semua orang telah memiliki bekal keahlian unik masing-masing untuk menunjang kesuksesan mereka. Yang perlu kita lakukan adalah memotivasi mereka dan mengarahkan potensi mereka. Ya...! Kita hanya perlu berkata “ Bagus, Tingkatkan lagi” kepada semua komponen umat Islam. Hingga pada saatnya nanti kita menyusun strategi bersama dan masing-masing orang harus disiplin dan fokus pada tugasnya masing-masing demi tercapainya cita-cita bersama.
Bukan dengan berkata : “Kalian harus mengikuti jalan kami jika ingin memperjuangkan Islam”, yang berarti membatasi jalan perjuangan hanya pada jalan yang ditempuh oleh sekelompok orang. Juga tidak dengan berkata : “Kalian ini salah, kalian tidak akan bisa mencapai tujuan kalian dengan cara seperti itu” yang berarti merendahkan semua jerih payah mereka selama itu. Kita harus menghargai semua usaha yang telah dilakukan oleh segenap komponen ummat meskipun pasti kita temukan banyak kesalahan dan kekurangannya. Dan kita harus menyadari bahwa tanpa mereka perjuangan kita tidak akan berhasil.
Bila diringkas, pelajaran yangbisa saya ambil dari kisah Po dan kawan-kawan itu adalah :
1. Bahwa kekuatan yang sebenarnya adalah apa yang ada pada diri kita masing-masing dan kita lah yang paling tahu bagaimana memaksimalkannya.
2.  Kesuksesan seseorang memang kita perlukan sebagai inspirasi, tapi kita tidak akan pernah bisa sama dengan kesuksesan orang itu. Kita bahkan seharusnya bisa lebih hebat dari dari orang yang menjadi inspirasi kita itu. Itulah yang diinginkan seorang guru pada murid-muridnya. Dan seharusnya itu pulalah yang kita inginkan dari para generasi penerus.
3.  Kekuatan yang dahsyat akan lahir jika kita bisa saling bekerjasama dan saling melengkapi

Demikianlah pelajaran yang saya ambil dari kisah Po dan kawan-kawannya. Mungkin terdengar konyol, seorang jihadis kok belajar dari kisah dalam film. Tapi bagi saya itu pelajaran yang sangat menginspirasi. Dan jujur, saya ingin seperti Po yang bisa menjadi inspirasi dalam meningkatkan potensi umat Islam dan bisa menjadi tali yang mengikat potensi ummat itu menjadi sebuah kekuatan yang dahsyat. Dan untuk itu saya harus bisa diterima oleh semua komponen ummat, dan saya tidak boleh berjuang sendirian.