Masih seputar
pemahaman tauhid versi kelompok radikal, kali ini adalah tentang bagaimana
mereka menjadikan pemahaman tauhid mereka itu sebagai dasar hukum dalam
menghukumi orang-orang yang tidak sepaham dengan mereka, atau orang-orang yang
mengganggu kenyamanan kelompok mereka, atau orang-orang yang tidak mau
mendukung mereka. Semuanya sebisa mungkin akan mereka bawa ke ranah tauhid,
lalu dihukumi berdasarkan tauhid itu, sehingga yang lahir nantinya adalah vonis
“kafir”, “murtad”, “Islamnya tidak benar”,” Islamnya diragukan”, dsb. Hal ini
terutama terjadi pada para pengikut ustadz radikal karena sempitnya pemahaman
dan ilmu mereka. Yang mereka tahu hanya tauhid...tauhid...dan tauhid. Yang
mereka tahu hanya status kafir, murtad, muwahhid,
thaghut, anshar tahghut, dll.
Mereka tidak
mengenal apa itu adab bertetangga, adab pergaulan dengan sesama manusia,
berbuat baik kepada sesama, berbuat baik untuk kepentingan bersama, dan
seterusnya. Sehingga ketika ada sesama napiter yang dekat dan baik dengan para
sipir dan petugas lapas, yang shalat di masjid Lapas, yang mengikuti kegiatan
pembinaan oleh Lapas maupun BNPT, dan sebagainya, semuanya dihukumi telah kafir
murtad karena telah tunduk kepada negara dan aparatnya yang mereka anggap sebagai
thaghut.
Pernah ada
kisah seorang napiter yang aktif setiap hari bekerja dengan sukarela (bahkan
peralatan kebersihan pun dia beli sendiri) membersihkan lingkungan blok hunian,
merawat tanamannya, dll, malah dicela dan dikatakan padanya, “ kenapa antum
membantu mereka (anshar thaghut=aparat
negara) merawat tempat ini ? Ini kan tugas mereka. Mereka itu bagian dari musuh
yang memenjarakan kita, jangan memudahkan urusan mereka”. Ikhwan napiter itu hanya
tertawa dan tetap terus bekerja tanpa peduli dengan perkataan teman-temannya
yang radikal itu, dan akhirnya malah dijauhi karena dianggap telah membantu thaghut. Tetapi lucunya ketika
teman-temannya yang radikal itu butuh bantuan petugas untuk sebuah keperluan,
mereka tak malu untuk meminta tolong kepada napiter yang mereka jauhi itu. Di
tempat lain saya mendengar cerita bahwa para napiter radikal sehari-hari tidak
mau menyapa atau bergaul dengan petugas lapas, tetapi ketika mereka butuh
bantuan petugas Lapas untuk sebuah keperluan atau fasilitas, mereka tak malu
untuk memintanya yang kadang disertai intimidasi. Itulah mungkin prinsip
pergaulan mereka, mendekat jika butuh dan mencela atau menjauh ketika tidak
butuh karena adanya sebuah perbedaan pendapat atau kesalahan.
Sebelum saya
lanjutkan lagi, perlu saya jelaskan kenapa saya mungkin hanya akan terfokus
pada fenomena kelompok radikal di antara para napiter yang ada. Saya fokus pada
fenomena kelompok radikal karena mereka inilah yang paling berbahaya dan paling
nekat. Kita perlu melibatkan semua pihak untuk menghentikan pemahaman dan
pemikiran radikal mereka. Sedangkan kelompok moderatnya mereka bisa berdamai
dan cenderung memahami kondisi yang ada, sehingga mereka terlihat lebih tenang
dan lebih dewasa dalam pergaulan, serta mau mengikuti proses pembinaan yang ada
di lapas-lapas.
Kelakuan
orang-orang radikal itu memang keterlaluan. Sombong, bodoh, tak punya adab,
maunya menang sendiri, egois, fanatisme golongan, semua jadi satu dalam sikap
dan perilaku mereka sehari-hari. Dan semua itu berangkat dari sempitnya ilmu
dan pemahaman mereka. Mereka merasa seakan-akan yang memperjuangkan dan membela
Islam hanya mereka dan tidak perlu bekerjasama dengan kelompok lain. Ini
kesombongan yang luar biasa menurut saya.
Ada juga
pernyataan mereka yang sangat kontradiktif dengan kenyataan. Mereka menyatakan
bahwa mereka tidak sombong dan tidak merasa paling benar. Tetapi perkataan dan
tindakannnya setiap hari yang mencela orang lain, mencela kelompok lain,
menjatuhkan pribadi seseorang, menjauhi seseorang yang tidak sependapat dengan
mereka, dll, bukankah yang seperti itu justru merupakan bukti bahwa mereka itu
sombong dan merasa paling benar ? Mereka ingin dilihat benar, ingin dilihat
tinggi tetapi dengan cara mencela dan menjatuhkan orang lain.
Padahal yang
baru mereka ketahui itu adalah salah satu bagian agama Islam yang sangat luas.
Ibarat orang buta yang baru memegang kaki gajah lalu menyimpulkan bahwa gajah
itu berbentuk seperti bambu yang besar dan berkulit tebal. Kemudian dia
bercerita kemana-mana bahwa bentuk gajah adalah seperti itu dan tidak mau
menerima pendapat orang lain yang menyatakan gajah tidak seperti itu. Konyol
bukan ?
Pesan saya :
Jika kita tidak bisa menyadarkan mereka, maka kita harus bisa mengajak orang
untuk tidak mengikuti ajakan mereka, dan pemikiran mereka. Jika tidak ada orang
yang mau mengikuti mereka, siapa tahu akhirnya mereka sadar.
( Bersambung, In sya Allah )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar