Kamis, 01 Februari 2018

Awal Mula Tertarik dengan Dunia Jihadis Sampai Terlibat Kasus yang Menyebabkan Saya Dipenjara



Beberapa bulan pasca meletusnya peristiwa Bom Bali 12 Oktober 2001, saya baru tahu bahwa para ustadz yang selama ini saya ikuti kajiannya ternyata adalah simpatisan para pelaku Bom Bali.  Saya baru menyadarinya ketika mereka banyak memuji para pelaku setiap kali ada pemberitaan di media massa. Lama kelamaan mereka mulai menerangkan dalil dan alasan mengapa sampai para pelaku itu melakukan peledakan di Bali. Dan saya waktu itu dapat menerima adanya alasan dan dalil-dalil tersebut hingga saya pun memaklumi apa yang telah dilakukan oleh para pelaku Bom Bali.
Lama kelamaan saya mulai menganggap apa yang mereka lakukan itu adalah sesuatu yang hebat, sama persis dengan anggapan saya terhadap para pelaku serangan 11 September 2001. Para ustadz itu juga memuji-muji serangan 11 September itu dan menjelaskan alasan serta dalil yang melandasi adanya serangan itu. Sama persis dengan yang mereka lakukan pasca kasus Bom Bali.
Hingga pada suatu ketika, akhirnya saya mengetahui dari salah satu ustadz itu bahwa mereka adalah para kader Jamaah Islamiyah (JI) dan kami adalah binaan mereka yang otomatis berarti simpatisan JI. Hal ini sangat mengejutkan saya kaena saya awalnya berpikir bahwa JI adalah organisasi rekaan aparat kemanan. Tapi saya tetap ikut kajian para ustadz itu dan sebagai anak muda saya justru merasa bangga menjadi simpatisan sebuah organisasi yang menurut aparat keamanan adalah organisasi berbahaya.
Sampai pada awal tahun 2007 saya kedatangan seorang tamu yang diamanahkan oleh salah satu ustadz saya untuk menginap di rumah kontrakan saya selama beberapa hari sambil menunggu jadwal kegiatan tamu itu selesai di daerah kami. Selama kurang lebih seminggu tamu itu menginap di rumah saya, saya sering berdiskusi dan mendengar cerita-cerita dari tamu itu. Tamu itu banyak menceritakan tentang pengalamannya berjihad di Ambon dan hubungannya dengan Imam Samudra yang terbina sejak dulu. Dia juga juga menceritakan tentang bagaimana peristiwa-peristiwa ajaib yang sering terjadi pada para mujahidin di Ambon yang membuktikan tentang benarnya apa yang mereka lakukan. Ia juga selalu menekankan dalam cerita-cerita tentang aktivitas jihad di Ambon itu bahwa untuk mulai berjihad tidak perlu harus memiliki persenjataan yang memadai, cukup dengan niat yang benar dan tekad yang kuat disertai keyakinan bahwa Allah SWT akan selalu menolong setiap orang yang -ingin- menolong agamaNya.
Dari cerita-cerita itu saya kemudian merasa kagum dan terinspirasi untuk ingin merasakan seperti apa yang ia ceritakan. Apalagi dia selalu menekankan bahwa amalan jihad adalah amalan tertinggi dalam Islam dan pahalanya paling besar di antara amalan-amalan lainnya, serta masih sedikitnya orang-orang yang paham akan pentingnya jihad ini. Setelah melihat ketertarikan saya untuk terlibat dalam sebuah kegiatan dalam rangka jihad, dia lalu menyampaikan bahwa apa yang telah dilakukan oleh Imam Samudra cs harus dilanjutkan. Sudah saatnya kita melakukan perlawanan terhadap hegemoni kekuasaan yang menindas dan mendhalimi kaum muslimin selama ini. Saatnya menunjukkan kepada dunia bahwa ummat Islam masih bisa melakukan perlawanan, dan mengirimkan pesan kepada pihak yang memusuhi Islam agar mereka menghentikan kedhalimannya kepada kaum muslimin.
Dari pemaparan-pemaparan tamu itu saya jadi semakin membenarkan apa yang telah dilakukan oleh Al Qaeda dan para pelaku rangkaian serangan pengeboman di Indonesia. Dan mulai muncul tekad di dalam diri saya bahwa jika saya diminta untuk membantu sebuah kegiatan dalam rangka jihad, maka saya akan dengan sukarela membantu semampu saya. Sejak saat itulah saya mulai terobsesi untuk terlibat dalam sebuah usaha dalam menghidupkan jihad di Indonesia. Ada suatu kebanggaan jika bisa terlibat dalam rangkaian sebuah amalan tertinggi itu.
Semangat untuk menghidupkan jihad di Indonesia itu semakin membuncah tatkala saya bertemu dengan ratusan atau mungkin ribuan orang yang hadir ke Tenggulun Solokuro Lamongan pada waktu menjelang dan sesudah eksekusi mati terhadap Amrozy, Mukhlas, dan Imam Samudra. Saya semakin yakin karena merasa ternyata banyak orang yang bersimpati atas apa yang dilakukan oleh Trio Pelaku utama Bom Bali I tersebut. Pada  waktu itu saya berpikir bahwa memang benar perjuangan mereka bertiga harus dilanjutkan, tapi bagaimana caranya dan dari mana saya akan memulainya ?
Singkat cerita, saya kemudian bertemu dengan orang-orang yang sepemikiran dengan saya di channel-channel mIRC, grup-grup mailing list dan forum-forum  jihadi. Dari situ saya jadi tahu rilisan-rilisan berita jihad dari seluruh penjuru dunia yang semakin membakar semangat saya. Lalu sejak 2010 berkembang lagi lebih pesat di era Facebook dan Twitter. Dari hasil pergaulan dan interaksi di media-media online itu saya kemudian bertemu di dunia nyata dengan beberapa orang teman di dunia maya yang memiiliki pemikiran yang sama.
Dan akhirnya sejak tahun 2010 mulai ada teman yang menggunakan jasa saya. Mulai disuruh mengantarkan senjata, mengurus orang yang akan berangkat ke suatu tempat tapi harus transit dulu di tempat saya, mengambilkan dana dari seseorang dan mengantarkan atau mengirimkan ke orang yang akan menerima dan menggunakan dana itu, sampai membelikan senjata. Sampai akhirnya karena salah satu perbuatan saya itu, saya kemudian ditangkap aparat pada tahun 2014.
Sejauh ini keterlibatan saya adalah membantu teman yang memiliki agenda tertentu yang sebenarnya detail persisnya saya tidak tahu, karena selalunya saya didoktrin untuk tidak boleh bertanya lebih jauh ketika hendak melakukan tugas dari mereka, hanya sebatas diberitahu : ini untuk I’dad, orang  ini akan mengikuti pelatihan, laksanakan saja karena ini jelas untuk jihad, antum tidak perlu tahu karena tugas antum hanya ini,dll.
Ketika kadang saya ragu, mereka lalu mengatakan ,” jika antum masih ragu, coba pikirkan bagaimana jika apa yang sedang kita rintis ini lalu terhenti karena sebab antum menolak tugas ini ? Bagaimana jika antum tidak mencarikan dana lalu banyak orang-orang yang terlantar karenanya ? dst...dst...
Perkataan seperti itu selalu membuat saya akhirnya selalu mau melaksanakan tugas yang mereka berikan tanpa banyak bertanya. Dan itu pulalah yang membuat saya terkait banyak kasus meskipun  keterlibatan saya hanya sedikit-sedikit.

Pelajaran dari Kisah Ini

Pelajaran yang bisa saya sebutkan di sini tentu saja dari sudut pandang saya, dan para pembaca sekalian bisa jadi memperoleh pelajaran lebih banyak dari saya. Setidaknya ada beberapa pelajaran yang bisa saya sampaikan di sini, yaitu :
1.       Kesalahan pertama saya adalah awalnya hanya mengikuti kajian keislaman dari satu kelompok, yang ternyata kelompok itu mengajarkan bahwa di luar kelompok kami banyak bid’ahnya, banyak penyimpangannya, dll, sehingga  terpatri dalam benak saya bahwa ini adalah kelompok yang paling baik di antara kelompok-kelompok yang ada. Pemikiran ini membuat apa pun yang disampaikan oleh para ustadz cenderung selalu saya anggap benar dan merupakan jalan yang harus saya ikuti yang dapat menghantarkan kepada ridha Allah SWT.
Oleh karena itu saya berpesan, agar dalam belajar tentang agama Islam tidak mengambil hanya dari satu kelompok dan jangan sekali-kali menganggap kelompok yang kita ikuti adalah yang terbaik. Anggaplah kelompok itu baik tapi di kelompok lain juga ada kebaikannya, tidak dilihat dari penyimpangannya tetapi dari kebaikan yang ada, karena pada masing-masing kelompok pasti ada kelemahan dan kekurangannya. Ingatlah, kebenaran itu bisa ada di mana saja dan tugas kita adalah menemukan kebenaran itu. Saya yakin Anda semua pasti sudah tahu ungkapan “ Lihatlah apa yang dikatakan dan jangan melihat siapa yang mengatakannya”.
Dari kesalahan ini saya kemudian selalu berpikir secara eksklusif, merasa berjuang itu cukup dengan kelompok saya, tanpa memikirkan ummat di luar kelompok saya apakah mereka dapat menerima kami atau tidak, tanpa memikirkan dampaknya pada ummat, dan tanpa memperhatikan pendapat-pendapat di luar kelompok kami terkait jalan perjuangan meninggikan Islam.
Sampai akhirnya atas karunia dan rahmat Allah SWT saya bertemu dengan teman yang menyampaikan kata-kata yang membuat saya berubah pikiran 180 derajat menjadi terbuka dengan orang dan pemikiran di luar kelompok saya dan mulai meneliti di mana saja kesalahan yang telah saya perbuat.

2.       Kesalahan kedua adalah terlalu termakan propaganda tentang aksi-aksi dan kisah-kisah jihad dari seluruh penjuru dunia yang saya dapati dari forum-forum jihadi, yang kemudian selalu dikutip oleh teman-teman untuk saling menyemangati. Sebagai contoh adalah kisah pembajakan pesawat yang digunakan untuk menyerang Menara Kembar WTC di New York yang hanya berbekal pisau cutter, yang kemudian dibuat sedemikan rupa redaksinya sehingga didapat kesan bahwa jihad itu bisa dilakukan dengan peralatan yang sederhana. Dan masih banyak lagi kisah-kisah yang serupa.
Tak pernah terpikirkan oleh saya tentang perbedaan situasi dan kondisi para pelaku jihad dalam cerita itu dan bagaimana mereka bisa berada pada kondisi seperti itu. Coba Anda pikirkan lebih dalam, bukankah  kondisi setiap orang itu berbeda-beda ? Kenapa harus memaksakan mengikuti jalan seseorang atau sekelompok orang yang berbeda situasi dan kondisinya dengan kita ?
Ini seperti orang yang ingin tampil bak artis tapi pada dasarnya tubuhnya sama sekali tidak memenuhi standar untuk tampil seperti artis. Bukankah lebih baik mengikuti jalan kita sendiri yang kita tahu persis bagaimana menjalaninya ?
Tapi mungkin itulah salah satu tabiat dasar manusia yaitu ingin meniru apa yang menurutnya terlihat bagus. Sangat jarang yang mencoba menciptakan sendiri sesuatu yang baru dan lebih bagus dari hal-hal yang sudah ada pada dirinya sendiri.
Pesan saya terkait hal ini : Eksplorasilah apa yang ada pada diri kita dan lingkungan kita masing-masing, dan mulailah melibatkan diri bersama ummat untuk berjuang dalam memperbaiki dan meningkatkannya. Itulah jalan perjuangan yang lebih jelas.

3.       Kesalahan yang berikutnya adalah saya terlalu takut dengan sesuatu yang belum terjadi yang belum tentu juga saya sebagai penyebabnya. Hal ini selalu terjadi ketika saya ditakut-takuti jika saya tidak melakukan tugas yang dibebankan kepada saya maka akan terjadi hal-hal buruk bla...bla...bla...
Akhirnya saya melakukan suatu tugas tidak lagi murni semata-mata karena keyakinan saya bahwa yang saya lakukan adalah benar, tetapi sudah tercampur rasa takut dan khawatir akan terjadinya hal-hal buruk itu. Padahal seharusnya jika saya ragu saya bisa tetap bersikukuh tidak bersedia melakukannya. Meskipun hal-hal buruk itu benar-benar  terjadi, bukankah itu justru menjadi bukti bahwa kegiatan yang sedang mereka lakukan itu sebenarnya tidak bisa dilakukan di sini, dan bukan karena kesalahan saya yang menolak tugas dari mereka ?

Demikianlah kisah dan pelajaran yang bisa saya sampaikan kali ini. In sya Allah saya akan menuliskan kisah dan pelajaran selanjutnya pada kesempatan berikut. Semoga bermanfaat...!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar