Setelah
membahas tentang bagaimana fenomena ISIS bisa sangat berpengaruh pada
penyebaran radikalisme di seluruh dunia, saya ingin menceritakan tentang apa
yang dilakukan oleh para pengikut ISIS setelah kelompoknya semakin besar
jumlahnya. Di antara beberapa fenomena yang akan saya sampaikan ini, akan
terungkap adanya tujuan tertentu di balik masifnya mereka merekrut pengikut
baru. Di balik dahsyatnya doktrin dan jargon mereka, ternyata ada kepentingan terselubung yang baru terungkap
ketika mereka berada pada kondisi tertentu.
Sebenarnya
apa yang mereka lakukan terhadap pengikut baru itu pada intinya tidak berubah
sejak sebelum era ISIS. Hanya saja karena pada era ISIS semakin banyak pengikut
baru yang mereka dapatkan, sehingga semakin banyak kisah yang terungkap. Di
samping itu ada beberapa modus baru seiring kemunculan ISIS.
Sebelum saya
membahas fenomena yang khusus dilakukan para pengikut ISIS, saya ingin sedikit
menumpahkan unek-unek saya terkait fenomena yang umum terjadi pada semua
kelompok pergerakan Islam (harakah
Islamiyah) hari ini.
Sebagaimana
kita tahu bahwa semua manusia membutuhkan harta untuk kelangsungan hidupnya,
pengakuan dari orang lain atau kedudukan, dihormati orang lain,dll. Dan juga
memiliki nafsu insani seperti senang terhadap makanan dan pakaian yang bagus, istri
yang cantik atau lebih dari satu, punya harta yang banyak, jabatan, kekuasaan,
dsb. Hal-hal ini seringkali menjadi motivasi seseorang ketika melakukan suatu
pekerjaan.
Namun bagi
orang yang beriman lagi berilmu yang mengetahui tujuan hidup adalah keridhaan
Allah SWT, dan mengetahui bahwa di dunia ini adalah tempat beramal untuk bekal
kehidupan abadi di akhirat kelak, tak sepantasnya menjadikan hal-hal itu
sebagai motivasi utama. Sebaliknya, dia harus bisa menjadikan semua hal itu
bernilai ketaatan di hadapan Allah SWT. Bukannya malah menggunakan dalil-dalil
agama untuk meraih hal-hal duniawi itu. Betapa banyak di sekitar kita
orang-orang yang menggunakan dalil agama untuk meraih kekuasaan (melalui
politik), pengikut yang banyak, jabatan, menjatuhkan orang lain, dll.
Kita pasti
pernah melihat fenomena seorang aktivis Islam pria akan menundukkan
pandangannya ketika bertemu dengan perempuan sesama aktivis, tapi tidak
menundukkan pandangan terhadap perempuan kebanyakan yang –maaf- tidak menutup
aurat dengan sempurna. Atau fenomena seorang aktivis yang ketika menjual
dagangannya kepada sesama aktivis dia beri harga diskon, sedangkan untuk
pembeli selain aktivis tidak demikian. Dua hal ini adalah contoh kecil
“ketidaktulusan” dalam beramal. Bukankah jika memang tulus dan ikhlas semata
karena Allah SWT, dalam contoh pertama seharusnya dia harus menundukkan
pandangannya kepada semua wanita asing. Apakah syariat hanya berlaku untuk
kelompoknya saja ? Lalu pada contoh kasus yang kedua, bukankah seharusnya dia
berbuat baik itu harus sama kepada semua orang ? Apakah perintah berbuat baik
itu hanya “dianjurkan” kepada kelompoknya saja ? Bukankah jika perbuatan baik
itu hanya khusus bagi orang-orang dalam sebuah kelompok, berarti amalnya adalah
untuk menjaga kebaikan kelompok itu. Bukan lagi lillahi Ta’ala lalu bukan pula demi kebaikan Islam dan kaum
muslimin seluruhnya. Bagaimana orang-orang ini bisa menyebut dirinya sebagai
pejuang Islam yang memperjuangkan kaum muslimin ? Lalu bagaimana Islam akan
menjadi Rahmatan lil ‘alamiin jika para
aktivis yang -konon- lebih berilmu masih seperti ini ?
Dan di luar
dua contoh kecil kasus yang saya sebutkan itu masih banyak lagi fenomena-fenomena
serupa. Masih sering kita jumpai seorang ustadz yang mewanti-wanti muridnya
agar menjauhi ustadz yang lain ketika ada ustadz baru yang mulai dapat pengikut
yang banyak dengan alasan ada beberapa perilaku atau pendapatnya yang salah,
padahal sama-sama berasal dari kelompok yang sama ( ini fenomena di luar
kelompok pendukung ISIS). Jika Anda adalah seorang akitivis pergerakan Islam,
Anda pasti pernah menemui fenomena yang saya sebutkan itu.
Sedangkan di
dalam kelompok para pendukung ISIS selain fenomena umum yang terjadi pada
kelompok pergerakan Islam, ada beberapa fenomena yang hanya saya temui dalam
kelompok mereka. Pada intinya sama seperti yang terjadi di kelompok lain, yaitu
adanya motivasi duniawi di tengah amal yang sedang mereka lakukan, tapi pada prakteknya lebih “kontradiktif” bila
dibandingkan dengan yang terjadi di kelompok lain.
Bagaimana
pendapat Anda jika ada orang yang selalu berteriak-teriak tentang tauhid dan
mengkufuri thaghut, tetapi dia melakukannya karena ikut-ikutan, atau karena
ingin mendapatkan aliran dana dari para pendukungnya, atau karena tekanan dari
orang-orang yang diseganinya, atau takut dicela orang lain, atau biar terlihat
keren ? Apakah tauhid orang seperti ini benar ? Yang dia lakukan memang benar
rukun tauhid, tetapi jika dia melakukannya bukan karena Allah SWT, apakah masih
benar ? Fenomena ini banyak terjadi pada para pendukung ISIS.
Betapa banyak
saya dapati perkataan mereka di grup-grup media sosial yang sangat fasih dan
berapi-api ketika membahas tauhid dan jihad, tetapi dalam kelakuan sehari-hari
jauh dari apa yang mereka ungkapkan di media sosial. Saya juga menjumpai dan
mendengar beberapa kisah napiter pro ISIS yang –sebenarnya- ingin mengurus PB
dan remisi tapi takut dicela dan dikucilkan kelompoknya. Bukankah yang demikian
ini bukti jika mereka menampakkan “tauhid” itu bukan semata-mata karena Allah
SWT ? Tetapi lebih karena faktor kelompoknya.
Fenomena lain
yang saya temui adalah adanya motif ekonomi dalam perekrutan orang-orang yang
akan berhijrah ke Suriah. Hal ini baru terungkap akhir-akhir ini setelah banyak
terjadi deportasi masal orang-orang Indonesia yang hendak menyeberang ke Suriah
yang tertangkap oleh pihak keamanan Turki. Menurut penuturan salah satu kerabat
dari teman saya yang termasuk dideportasi dari Turki, sewaktu mau berangkat dia
dan semua orang yang berangkat bersamanya tidak pernah diberitahu tentang
kesulitan dan kemungkinan-kemungkinan buruk yang sangat mungkin akan ditemui di
perjalanan. Yang disampaikan selalu yang indah-indah dan mudah saja (cerita
ketika masa keemasan ISIS,bukan kondisi terkini). Ini merupakan satu bukti
bahwa orang yang merekrut dan memberangkatkan mereka hanya ingin mendapatkan
untung dari menjadi panitia pemberangkatan tanpa mempedulikan
kemungkinan-kemungkinan buruk yang bisa mereka alami di perjalanan. Jika mereka
ikhlas karena Allah SWT dan peduli pada sesama saudara muslim, tentu mereka
akan jujur memberitahu kondisi terakhir dan segala kemungkinan buruk yang bisa
saja mereka alami nanti.( Padahal
orang-orang yang berangkat itu banyak yang sampai harus menjual asetnya agar
bisa berangkat ke sana ) Ini sama saja menjual barang yang ada cacatnya
tapi tidak diberitahukan kepada pembelinya. Dan yang seperti ini kita semua
sepakat akan keharamannya.
Bagaimana
mungkin orang yang mengkalim dirinya paling “bertauhid” tapi melakukan praktek
semacam itu ? Apakah dia tidak tahu dosa selain dosa yang berkaitan dengan
tauhid ? Apakah dia tidak sadar bahwa melakukan sesuatu bukan karena Allah SWT
itu adalah syirik juga ( syirik kecil ) ?
Fenomena yang
selanjutnya adalah maraknya penggalangan dana melalui media sosial. Mulai dari
penggalangan dana untuk keperluan kelompok radikal yang ada di penjara dan
santunan buat keluarga mereka sampai penggalangan dana untuk berangkat ke
Suriah. Yang paling mengejutkan adalah ada banyak TKW yang menjadi donatur bagi
kepentingan kelompok radikal pendukung ISIS itu. Dan bahkan akhir-akhir ini
terungkap banyak yang kemudian sampai menikah dengan jihadis radikal (menjadi
istri kedua,ketiga, dst), ada yang pergi ke Suriah bersama suami jihadisnya,
ada yang kembali ke Indonesia dan bersedia melakukan aksi bom bunuh diri, dan
ada juga yang dideportasi dari Turki karena gagal masuk ke Suriah menyusul “suami
dunia maya” atau “suami online” mereka. (
Fenomena ini pernah diungkap oleh salah satu media online nasional. Anda bisa
membacanya di : https://news.detik.com/australia-plus-abc/d-3585957/kisah-tkw-yang-dukung-isis-di-hong-kong )
Ngomong-ngomong
soal “suami dunia maya” atau “suami online”, sebenarnya fenomena ini sudah lama
terjadi bahkan sejak saya masih di luar. Hanya saja semakin lama semakin sering
terjadi. Mengapa saya menyebutnya dengan “suami dunia maya” atau “suami online”
? Karena proses dari mengenal, merayu, mendoktrin, sampai menikah semua
dilakukan via online. Merayu dan mendoktrin lewat media sosial bermodal copy and paste materi yang bertebaran di
internet, dan mengirim foto-foto yang direkayasa agar tampak sebagai orang yang
berilmu, lalu proses menikahnya by phone.
Saya pernah
mengetahui semua proses itu yang dilakukan salah satu teman sekamar di mako
Brimob. Bahkan saya pernah dimintai bantuan untuk mengambil foto akting
rekayasanya. Saya mau saja karena awalnya saya pikir untuk dikirim ke
keluarganya. Nggak tahunya beberapa waktu kemudian dia menikah by phone dengan seorang wanita di mana
saya diundang untuk menghadiri prosesinya. Di situlah saya tahu bagaimana
prosesinya secara persis. Sebelumnya saya hanya mendengar beberapa cerita orang
yang menikah di penjara by phone. Pada prosesi yang saya saksikan itu ternyata
perwaliannya diserahkan kepada salah satu
ustadz radikal di situ, dan yang menyerahkan perwalian bukanlah sang
ayah atau wali secara nashab yang istilahnya mewakikan, tetapi si wanita itu
sendiri yang menyerahkan perwalian. Saya baru menemui prosesi pernikahan yang
seperti ini. Dan menurut ustadz radikal itu yang seperti itu tidak apa-apa jika
orang yang berhak jadi wali itu diragukan tauhidnya.
Astaghfirullaahal ‘azhiim... Jadi
seperti itukah pemahaman mereka ? Jika seperti itu pemahamannya, maka mereka
bisa dengan mudah dan seenaknya memperistri wanita yang mereka inginkan.
Tinggal didoktrin dengan tauhid versi pemahaman mereka dan bila perlu
dipersempit lagi pemahamannya agar semakin mudah menetapkan vonis “tauhidnya
meragukan” terhadap orang yang seharusnya jadi walinya. Pantas saja semakin
lama semakin sering terjadi pernikahan semacam itu. Khusus pada kasus merayu
perempuan ini berarti dakwah tauhidnya memang diarahkan untuk hal itu, sama
dengan para ustadz radikal yang merekrut orang-orang baru untuk sebuah proyek
tindakan radikal yang mereka rancang.
Jadi, dakwah
yang tendensius dan tercampur ambisi pribadi seperti itukah yang mereka anggap
bisa mendatangkan perbaikan kepada kaum muslimin ? Apakah masih pantas yang
demikian itu menyebut dirinya pejuang tauhid yang akan menegakkan tauhid di
muka bumi, yang akan menegakkan syariat di muka bumi, yang akan membela dan
menjayakan Islam dan kaum muslimin, dst..dst... sedangkan mereka sibuk memenuhi
syahwat pribadi dan kelompoknya ??
Mereka sering
menuduh orang di luar kelompoknya sebagai orang yang berpendapat atau
bertindak berdasarkan hawa nafsu tetapi
mereka sendiri dalam bertindak juga berdasarkan hawa nafsu. Salah satu
contohnya adalah pada kasus “pernikahan
online” itu, hanya mereka yang punya pemahaman seperti itu. Bukankah yang
demikian ini malah mencoreng kemuliaan syariat Islam ? Bukankah orang awam akan
semakin membenci mereka ? Bukankah tindakan mereka justru kontradiktif dan
kontra prouduktif dengan slogan-slogan yang mereka teriakkan selama ini ?
( Bersambung, In sya Allah )
(
Khusus masalah fenomena pernikahan seperti yang saya ceritakan di atas, Anda
bisa menyimak wawancara dengan suami istri pelaku Bom Istana Negara yang gagal
oleh salah satu TV swasta secara eksklusif di link : https://www.youtube.com/watch?v=WMzRgv9XkVo dan https://www.youtube.com/watch?v=_OVvkjd1be0 ; Anda akan mengetahui bagaimana proses pernikahan mereka yang sulit
dimengerti oleh kebanyakan orang )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar