Sabtu, 17 Februari 2018

Pengalaman Bersama Jihadis (4)




Setelah membahas tentang bagaimana fenomena ISIS bisa sangat berpengaruh pada penyebaran radikalisme di seluruh dunia, saya ingin menceritakan tentang apa yang dilakukan oleh para pengikut ISIS setelah kelompoknya semakin besar jumlahnya. Di antara beberapa fenomena yang akan saya sampaikan ini, akan terungkap adanya tujuan tertentu di balik masifnya mereka merekrut pengikut baru. Di balik dahsyatnya doktrin dan jargon mereka, ternyata ada  kepentingan terselubung yang baru terungkap ketika mereka berada pada kondisi tertentu.
Sebenarnya apa yang mereka lakukan terhadap pengikut baru itu pada intinya tidak berubah sejak sebelum era ISIS. Hanya saja karena pada era ISIS semakin banyak pengikut baru yang mereka dapatkan, sehingga semakin banyak kisah yang terungkap. Di samping itu ada beberapa modus baru seiring kemunculan ISIS.
Sebelum saya membahas fenomena yang khusus dilakukan para pengikut ISIS, saya ingin sedikit menumpahkan unek-unek saya terkait fenomena yang umum terjadi pada semua kelompok pergerakan Islam (harakah Islamiyah) hari ini.
Sebagaimana kita tahu bahwa semua manusia membutuhkan harta untuk kelangsungan hidupnya, pengakuan dari orang lain atau kedudukan, dihormati orang lain,dll. Dan juga memiliki nafsu insani seperti senang terhadap makanan dan pakaian yang bagus, istri yang cantik atau lebih dari satu, punya harta yang banyak, jabatan, kekuasaan, dsb. Hal-hal ini seringkali menjadi motivasi seseorang ketika melakukan suatu pekerjaan.
Namun bagi orang yang beriman lagi berilmu yang mengetahui tujuan hidup adalah keridhaan Allah SWT, dan mengetahui bahwa di dunia ini adalah tempat beramal untuk bekal kehidupan abadi di akhirat kelak, tak sepantasnya menjadikan hal-hal itu sebagai motivasi utama. Sebaliknya, dia harus bisa menjadikan semua hal itu bernilai ketaatan di hadapan Allah SWT. Bukannya malah menggunakan dalil-dalil agama untuk meraih hal-hal duniawi itu. Betapa banyak di sekitar kita orang-orang yang menggunakan dalil agama untuk meraih kekuasaan (melalui politik), pengikut yang banyak, jabatan, menjatuhkan orang lain, dll.
Kita pasti pernah melihat fenomena seorang aktivis Islam pria akan menundukkan pandangannya ketika bertemu dengan perempuan sesama aktivis, tapi tidak menundukkan pandangan terhadap perempuan kebanyakan yang –maaf- tidak menutup aurat dengan sempurna. Atau fenomena seorang aktivis yang ketika menjual dagangannya kepada sesama aktivis dia beri harga diskon, sedangkan untuk pembeli selain aktivis tidak demikian. Dua hal ini adalah contoh kecil “ketidaktulusan” dalam beramal. Bukankah jika memang tulus dan ikhlas semata karena Allah SWT, dalam contoh pertama seharusnya dia harus menundukkan pandangannya kepada semua wanita asing. Apakah syariat hanya berlaku untuk kelompoknya saja ? Lalu pada contoh kasus yang kedua, bukankah seharusnya dia berbuat baik itu harus sama kepada semua orang ? Apakah perintah berbuat baik itu hanya “dianjurkan” kepada kelompoknya saja ? Bukankah jika perbuatan baik itu hanya khusus bagi orang-orang dalam sebuah kelompok, berarti amalnya adalah untuk menjaga kebaikan kelompok itu. Bukan lagi lillahi Ta’ala lalu bukan pula demi kebaikan Islam dan kaum muslimin seluruhnya. Bagaimana orang-orang ini bisa menyebut dirinya sebagai pejuang Islam yang memperjuangkan kaum muslimin ? Lalu bagaimana Islam akan menjadi Rahmatan lil ‘alamiin jika para aktivis yang -konon- lebih berilmu masih seperti ini ?
Dan di luar dua contoh kecil kasus yang saya sebutkan itu masih banyak lagi fenomena-fenomena serupa. Masih sering kita jumpai seorang ustadz yang mewanti-wanti muridnya agar menjauhi ustadz yang lain ketika ada ustadz baru yang mulai dapat pengikut yang banyak dengan alasan ada beberapa perilaku atau pendapatnya yang salah, padahal sama-sama berasal dari kelompok yang sama ( ini fenomena di luar kelompok pendukung ISIS). Jika Anda adalah seorang akitivis pergerakan Islam, Anda pasti pernah menemui fenomena yang saya sebutkan itu.
Sedangkan di dalam kelompok para pendukung ISIS selain fenomena umum yang terjadi pada kelompok pergerakan Islam, ada beberapa fenomena yang hanya saya temui dalam kelompok mereka. Pada intinya sama seperti yang terjadi di kelompok lain, yaitu adanya motivasi duniawi di tengah amal yang sedang mereka lakukan,  tapi pada prakteknya lebih “kontradiktif” bila dibandingkan dengan yang terjadi di kelompok lain.
Bagaimana pendapat Anda jika ada orang yang selalu berteriak-teriak tentang tauhid dan mengkufuri thaghut, tetapi dia melakukannya karena ikut-ikutan, atau karena ingin mendapatkan aliran dana dari para pendukungnya, atau karena tekanan dari orang-orang yang diseganinya, atau takut dicela orang lain, atau biar terlihat keren ? Apakah tauhid orang seperti ini benar ? Yang dia lakukan memang benar rukun tauhid, tetapi jika dia melakukannya bukan karena Allah SWT, apakah masih benar ? Fenomena ini banyak terjadi pada para pendukung ISIS.
Betapa banyak saya dapati perkataan mereka di grup-grup media sosial yang sangat fasih dan berapi-api ketika membahas tauhid dan jihad, tetapi dalam kelakuan sehari-hari jauh dari apa yang mereka ungkapkan di media sosial. Saya juga menjumpai dan mendengar beberapa kisah napiter pro ISIS yang –sebenarnya- ingin mengurus PB dan remisi tapi takut dicela dan dikucilkan kelompoknya. Bukankah yang demikian ini bukti jika mereka menampakkan “tauhid” itu bukan semata-mata karena Allah SWT ? Tetapi lebih karena faktor kelompoknya.
Fenomena lain yang saya temui adalah adanya motif ekonomi dalam perekrutan orang-orang yang akan berhijrah ke Suriah. Hal ini baru terungkap akhir-akhir ini setelah banyak terjadi deportasi masal orang-orang Indonesia yang hendak menyeberang ke Suriah yang tertangkap oleh pihak keamanan Turki. Menurut penuturan salah satu kerabat dari teman saya yang termasuk dideportasi dari Turki, sewaktu mau berangkat dia dan semua orang yang berangkat bersamanya tidak pernah diberitahu tentang kesulitan dan kemungkinan-kemungkinan buruk yang sangat mungkin akan ditemui di perjalanan. Yang disampaikan selalu yang indah-indah dan mudah saja (cerita ketika masa keemasan ISIS,bukan kondisi terkini). Ini merupakan satu bukti bahwa orang yang merekrut dan memberangkatkan mereka hanya ingin mendapatkan untung dari menjadi panitia pemberangkatan tanpa mempedulikan kemungkinan-kemungkinan buruk yang bisa mereka alami di perjalanan. Jika mereka ikhlas karena Allah SWT dan peduli pada sesama saudara muslim, tentu mereka akan jujur memberitahu kondisi terakhir dan segala kemungkinan buruk yang bisa saja mereka alami nanti.( Padahal orang-orang yang berangkat itu banyak yang sampai harus menjual asetnya agar bisa berangkat ke sana ) Ini sama saja menjual barang yang ada cacatnya tapi tidak diberitahukan kepada pembelinya. Dan yang seperti ini kita semua sepakat akan keharamannya.
Bagaimana mungkin orang yang mengkalim dirinya paling “bertauhid” tapi melakukan praktek semacam itu ? Apakah dia tidak tahu dosa selain dosa yang berkaitan dengan tauhid ? Apakah dia tidak sadar bahwa melakukan sesuatu bukan karena Allah SWT itu adalah syirik juga ( syirik kecil ) ?
Fenomena yang selanjutnya adalah maraknya penggalangan dana melalui media sosial. Mulai dari penggalangan dana untuk keperluan kelompok radikal yang ada di penjara dan santunan buat keluarga mereka sampai penggalangan dana untuk berangkat ke Suriah. Yang paling mengejutkan adalah ada banyak TKW yang menjadi donatur bagi kepentingan kelompok radikal pendukung ISIS itu. Dan bahkan akhir-akhir ini terungkap banyak yang kemudian sampai menikah dengan jihadis radikal (menjadi istri kedua,ketiga, dst), ada yang pergi ke Suriah bersama suami jihadisnya, ada yang kembali ke Indonesia dan bersedia melakukan aksi bom bunuh diri, dan ada juga yang dideportasi dari Turki karena gagal masuk ke Suriah menyusul “suami dunia maya” atau “suami online” mereka. ( Fenomena ini pernah diungkap oleh salah satu media online nasional. Anda bisa membacanya di : https://news.detik.com/australia-plus-abc/d-3585957/kisah-tkw-yang-dukung-isis-di-hong-kong )
Ngomong-ngomong soal “suami dunia maya” atau “suami online”, sebenarnya fenomena ini sudah lama terjadi bahkan sejak saya masih di luar. Hanya saja semakin lama semakin sering terjadi. Mengapa saya menyebutnya dengan “suami dunia maya” atau “suami online” ? Karena proses dari mengenal, merayu, mendoktrin, sampai menikah semua dilakukan via online. Merayu dan mendoktrin lewat media sosial bermodal copy and paste materi yang bertebaran di internet, dan mengirim foto-foto yang direkayasa agar tampak sebagai orang yang berilmu, lalu proses menikahnya by phone.
Saya pernah mengetahui semua proses itu yang dilakukan salah satu teman sekamar di mako Brimob. Bahkan saya pernah dimintai bantuan untuk mengambil foto akting rekayasanya. Saya mau saja karena awalnya saya pikir untuk dikirim ke keluarganya. Nggak tahunya beberapa waktu kemudian dia menikah by phone dengan seorang wanita di mana saya diundang untuk menghadiri prosesinya. Di situlah saya tahu bagaimana prosesinya secara persis. Sebelumnya saya hanya mendengar beberapa cerita orang yang menikah di penjara by phone. Pada prosesi yang saya saksikan itu ternyata perwaliannya diserahkan kepada salah satu  ustadz radikal di situ, dan yang menyerahkan perwalian bukanlah sang ayah atau wali secara nashab yang istilahnya mewakikan, tetapi si wanita itu sendiri yang menyerahkan perwalian. Saya baru menemui prosesi pernikahan yang seperti ini. Dan menurut ustadz radikal itu yang seperti itu tidak apa-apa jika orang yang berhak jadi wali itu diragukan tauhidnya.
Astaghfirullaahal ‘azhiim... Jadi seperti itukah pemahaman mereka ? Jika seperti itu pemahamannya, maka mereka bisa dengan mudah dan seenaknya memperistri wanita yang mereka inginkan. Tinggal didoktrin dengan tauhid versi pemahaman mereka dan bila perlu dipersempit lagi pemahamannya agar semakin mudah menetapkan vonis “tauhidnya meragukan” terhadap orang yang seharusnya jadi walinya. Pantas saja semakin lama semakin sering terjadi pernikahan semacam itu. Khusus pada kasus merayu perempuan ini berarti dakwah tauhidnya memang diarahkan untuk hal itu, sama dengan para ustadz radikal yang merekrut orang-orang baru untuk sebuah proyek tindakan radikal yang mereka rancang.
Jadi, dakwah yang tendensius dan tercampur ambisi pribadi seperti itukah yang mereka anggap bisa mendatangkan perbaikan kepada kaum muslimin ? Apakah masih pantas yang demikian itu menyebut dirinya pejuang tauhid yang akan menegakkan tauhid di muka bumi, yang akan menegakkan syariat di muka bumi, yang akan membela dan menjayakan Islam dan kaum muslimin, dst..dst... sedangkan mereka sibuk memenuhi syahwat pribadi dan kelompoknya ??
Mereka sering menuduh orang di luar kelompoknya sebagai orang yang berpendapat atau bertindak   berdasarkan hawa nafsu tetapi mereka sendiri dalam bertindak juga berdasarkan hawa nafsu. Salah satu contohnya  adalah pada kasus “pernikahan online” itu, hanya mereka yang punya pemahaman seperti itu. Bukankah yang demikian ini malah mencoreng kemuliaan syariat Islam ? Bukankah orang awam akan semakin membenci mereka ? Bukankah tindakan mereka justru kontradiktif dan kontra prouduktif dengan slogan-slogan yang mereka teriakkan selama ini ?
( Bersambung, In sya Allah )
( Khusus masalah fenomena pernikahan seperti yang saya ceritakan di atas, Anda bisa menyimak wawancara dengan suami istri pelaku Bom Istana Negara yang gagal oleh salah satu TV swasta secara eksklusif di link : https://www.youtube.com/watch?v=WMzRgv9XkVo  dan https://www.youtube.com/watch?v=_OVvkjd1be0 ; Anda akan mengetahui bagaimana proses pernikahan mereka yang sulit dimengerti oleh kebanyakan orang )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar